Wartawan Senior Desak Polisi Usut Intimidasi Jurnalis di Luwu Timur, Andi Makkasau: Kebebasan Pers Terancam

KABAR LUTIM  – Praktik intimidasi kembali menyasar kerja-kerja jurnalistik di Kabupaten Luwu Timur. Seorang jurnalis lokal, Muliadi, mengalami perlakuan tidak menyenangkan saat meliput dugaan aktivitas tambang ilegal di Sungai Kalaena, Kecamatan Mangkutana. Rabu 1 Oktober 2025.

Video berdurasi 1 menit 48 detik yang beredar di media sosial Facebook memperlihatkan Muliadi bersama rekannya tengah berada di atas sepeda motor ketika tiba-tiba dihampiri sejumlah orang.

Salah satu dari mereka, diketahui bernama Slamet, mengenakan kaos hijau, dengan nada tinggi bilang , “Kalau masuk di sini permisi dulu, kurang ajar semua ini.”

Tak berhenti di situ, seorang pria lain berbaju hitam mendekati Muliadi dan menanyakan dengan nada mengintimidasi, “Kau yang ma foto-foto?” Bahkan, dalam rekaman terdengar ucapan ancaman, “nda bisa pulang.” Slamet cs juga sempat memaksa agar jurnalis tersebut memperlihatkan foto-foto hasil dokumentasi yang ia ambil di lokasi tambang.

Aksi intimidasi ini langsung menuai kecaman keras dari kalangan pers. Wartawan senior Luwu Timur, Andi Makkasau, menilai peristiwa tersebut sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap kebebasan pers yang telah dijamin undang-undang.

“Intimidasi kepada jurnalis jelas melanggar Pasal 18 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Siapapun yang secara sengaja menghalang-halangi atau menghambat kerja jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda hingga Rp 500 juta,” tegas jurnalis Metro TV itu

Menurut Andi Makkasau, aparat kepolisian wajib turun tangan mengusut kasus ini. Ia menilai perlindungan terhadap jurnalis tidak bisa ditawar-tawar karena berkaitan langsung dengan tegaknya demokrasi dan juga mengancam kebebasan pers yng menjadi pilar demokrasi.

“Kami mendesak aparat kepolisian untuk segera mengusut dugaan intimidasi terhadap rekan jurnalis di Mangkutana. Polisi harus menjamin hak-hak jurnalis dalam menjalankan tugas yang sudah dijamin konstitusi dan undang-undang,” tegasnya.

Lebih lanjut, Andi menegaskan bahwa intimidasi terhadap jurnalis bukan sekadar persoalan individual, melainkan ancaman terhadap ruang demokrasi secara luas.

“Tindakan semacam ini tidak hanya menyasar satu orang wartawan, tapi juga mengancam kebebasan pers sebagai institusi. Pers berfungsi sebagai pengawas sosial, penyalur aspirasi publik, sekaligus kontrol terhadap jalannya pemerintahan. Jika jurnalis diintimidasi, maka kontrol sosial masyarakat juga terhenti,” jelasnya.

Ia juga menilai praktik intimidasi tersebut sebagai cerminan sikap anti kritik dan kecenderungan otoritarian yang tidak boleh dibiarkan tumbuh di daerah.

“Kalau intimidasi seperti ini dibiarkan, maka akan ada pembungkaman. Ini sangat berbahaya karena membuka ruang bagi tindakan melawan hukum lainnya untuk terus terjadi tanpa kontrol publik,” tandasnya.

Kasus intimidasi terhadap jurnalis Muliadi menambah deretan panjang catatan buruk perlindungan kebebasan pers di daerah. Sejumlah organisasi pers di Luwu Timur diharapkan segera menyatakan sikap, sekaligus mengawal proses hukum agar kasus ini tidak berhenti di tengah jalan.(*)

banner 728x250

banner 728x250