MALILI – Wakil Ketua DPRD Luwu Timur, Usman Sadik memimpin sidang terkait lima Ranperda tahap I dan II pada Sidang paripurna pada Senin (26/10/2020).

Dalam sidang tersebut juga hadir anggota fraksi dan sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Pjs Bupati Luwu Timur, Jayadi Nas pun memberikan jawaban atas pandangan umum fraksi-fraksi di DPRD Luwu Timur.

Adapun lima ranperda ini yaitu ranperda rencana induk kepariwisataan Kabupaten Luwu Timur

Ranperda perubahan atas Perda Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

Ranperda tentang penambahan penyertaan modal Pemerintah daerah kepada PT Bank Sulselbar, Ranperda pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.

Serta ranperda tentang perubahan atas Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Kepelabuhan.

Sidang ini dipimpin Wakil Ketua II DPRD Luwu Timur, Usman Sadik dan dikuti anggota dewan lain sejumlah OPD.

Terkait perubahan Perda nomor 2 tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Jayadi mengatakan, kenaikan NJOP pemerintah daerah telah mempertimbangkan secara cermat dan terukur terhadap kebijakan perubahan tarif PBB.

“Dimana perubahan tarif tersebut merupakan perintah UU dan telah disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan saat ini,” kata Jayadi.

Terkait panperda rencana induk pariwisata, pemkab sudah menginventarisir 37 obyek wisata.

Namun yang sudah dikembangkan dan ditata pemkab baru 10 obyek wisata yaitu Goa Batu Putih Burau, Pantai Lemo Burau, Pantai Ujung Suso Burau, Banua Pangka Wotu, Andi Nyiwi Park Malili, Landmark Luwu Timur Malili, Mata Buntu Wasuponda, Pantai Siuone Towuti, Bura-Bura Matano Nuha dan Uelanti Mangkutana.

Mengenai penetapan tarif retribusi kapal penyebrangan, Jayadi mengatakan, agar disesuaikan dengan aturan atau regulasi yang lebih tinggi dan tidak memberatkan masyarakat.

Adapun perubahan Perda nomor 1 tahun 2015 tentang retribusi pelayanan kepelabuhanan, ini dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dimana dalam pasal 9 ayat (1) Perda Kabupaten Luwu Timur nomor 1 tahun 2015 tentang Retribusi pelayanan kepelabuhanan.

Dimana dinyatakan bahwa besaran tarif  retribusi dapat ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali dan disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan perekonomian saat ini.

Terkait dengan mekanisme penyertaan modal pemkab kepada PT Bank Sulselbar sebesar  Rp 30.000.000.000, lanjut Jayadi, dilakukan secara bertahap yang disesuaikan dengan ruang fiskal Daerah yang memadai.

“Mengenai penyedian dana hal ini tidak mengganggu kegiatan Pemerintah Daerah, justru dengan adanya hasil dari penyertaan modal dapat digunakan untuk membiayai kegiatan APBD,” tuturnya.

Sesuai amanat Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, dalam melakukan PPMHA Pemerintah Daerah tidak melaksanakannya sendiri.

Melainkan bupati akan membentuk panitia MHA kabupaten dimana keterlibatan instansi vertikal yang sesuai dengan karakteristik MHA, unsur akademisi, pakar hukum, LSM atau NGO maupun unsur lainnya, juga akan terakomodir dalam kepanitiaan tersebut.

Ranperda ini dipandang sangat urgen dan akan menjadi instrumen hukum yang sangat penting di Luwu Timur, mengingat secara faktual keberadaan Masyarakat Hukum Adat di Luwu Timur telah diakui dan diapresiasi keberadaannya.

Tetapi secara formal belum ada aturan mengenai pengakuan dan perlindungan terhadapnya. Disamping itu, tahapan PPMHA yang terdiri atas identifikasi, verifikasi, dan validasi juga dipandang sangat efektif yang pada gilirannya diyakini akan mampu menyelesaikan konflik agrarian dan konflik sosial.

“Semoga apa yang kami sampaikan ini dapat berkenan dan bilamana masih terdapat hal-hal yang secara teknis dan terperinci akan dijelaskan lebih lanjut pada sesi pembahasan selanjutnya,” tutup Jayadi.

Berita SebelumnyaDinas Perpustakaan dan Kearsipan Lutim Musnahkan 1663 Berkas
Berita BerikutnyaAntisipasi Penyebaran Covid-19, PLKB di Luwu Timur Sosialisasikan 3M

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini